#UlasanBuku β€’ Fireflies in the Midnight Sky karya Fransisca Todi

Judul: FIREFLIES IN THE MIDNIGHT SKY
Penulis: Francisca Todi
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 360 hlm.

Halo, Gaes. Kali ini saya bakalan sedikit membahas novel dystophia-romance karya penulis lokal. Novel yang asyik banget saat saya membacanya. Meskipun tema yang diangkat bukan hal baru lagi, tapi cara bercerita Kak Fransisca enak banget. Kadang ada perumpamaan yang bagi saya asing, tapi itu sungguh masuk akal.

Blurb-nya di kover belakang udah menggambarkan konflik utama ceritanya kok. Dan, blurb ini pula yang pertama kali membuat saya pengin membaca novel dengan desain kover yang manis sekaligus kelam ini. 😁

β€œHidup ini kejam. Hidup mempermainkan kita tanpa ampun. Menindas, mencemooh, bergembira melihat kita hancur, berbahagia saat kita terempas—”

β€œTapi hidup mempertemukanku denganmu.”

Alyssa bergabung dengan grup gerilya untuk bertahan hidup sejak negerinya diserang meski sebenarnya membenci kekerasan. Di tengah situasi yang semakin genting, Alyssa dikirim dalam misi yang berakhir kacau, lalu akhirnya terdampar dengan kaki terluka di teritori musuh.

Dan saat itulah dia Alyssa diselamatkan oleh Vigo, pemuda misterus yang merupakan musuh negerinya.

Diselundupkan dalam teritori musuh membuat Alyssa mengerti bahwa ternyata Vigo lebih mengerti pergumulan dan trauma gadis itu dibanding teman-teman sebangsanya. Namun, mereka berdua bagaikan air dan api. Saling menjinakkan, juga saling membinasakan. Saat ada percikan kasih sayang antara keduanya, adakah masa depan agar mereka bisa bersatu?

β€œApa pun yang terjadi di masa depan, ingatlah hari-harimu di sini tanpa penyesalan.”

πŸ“šπŸ“šπŸ“š

Cerita dalam buku ini bersetting di sebuah benua bernama Minari yang terdiri dari tiga negara: Valestia, Togaro, dan Sedera.

Di bawah kepemimpinan Ivar, Togaro berusaha untuk menguasai Valestia yang merupakan daerah penghasil batu mulia. Dalam dua tahun saja, sebagian besar wilayah Valestia telah ditaklukkan. Tinggal menaklukkan Padang Ris, mereka akan sampai di ibu kota Valestia di Bukit Zamrud.

Alyssa merupakan mata-mata Valestia yang diutus ke Togaro guna menyelidiki strategi apa yang akan dilancarkan Togaro selanjutnya. Dia mendapatkan info bahwa Togaro mendapatkan senjata untuk memusnahkan Valestia dari bantuan Sedera. Untuk itu, Alyssa kemudian diutus untuk menyelidiki senjata apa itu, bersama gadis yang selama ini menjadikan Alyssa sebagai saingannya.

Nah, dalam misi inilah, Alyssa kemudian terluka parah dan diselamatkan oleh Vigo, seorang kandidat tentara elite Togaro. Ternyata, kepahitan perang yang dialami oleh Alyssa juga dirasakan oleh Vigo. Mereka sama-sama kehilangan orang tua akibat perang itu dan banyak emosi lain yang dirasakan akibat perang ini. Hingga kemudian mereka saling jatuh cinta.

Tapi bagaimana mereka akan dapat menyatukan cinta mereka jika keadaannya seperti ini? Mereka sama-sama pejuang untuk bangsanya yang sedang bertikai?

πŸ“šπŸ“šπŸ“š

Saya sangat suka dengan pemikiran Alyssa dan Vigo di sini. Mereka sama-sama pejuang dan sama-sama telah kehilangan kedua orang tua mereka karena ter/dibunuh saat perang terjadi. Alyssa yang tadinya sangat membenci bangsa Togaro, menjadi berubah pikiran. Bukan bangsa Togaro yang jahat dan kejam, tetapi oknum-oknum tertentu yang mendukung kezaliman Ivar (pemimpin Togaro saat itu). Banyak rakyat Togaro yang hanya rakyat biasa, tak tahu apa-apa, tetapi justru harus menanggung biaya perang dan harus menjadi sasaran tentara Valestia. Miris, ya. Banyak pula tentara yang ‘terpaksa’ berperang dan membunuh, karena tak mampu atau tak mau melawan yang berkuasa karena satu dan lain hal. Di sini, kita jadi menyadari, bahwa dalam perang, tak bakalan ada hitam dan putih. Tak bisa 100% ditentukan mana yang benar dan mana yang salah jika perang sudah berlangsung. Maka, adalah kejam jika misal kita membenci suatu bangsa karena ada pemerintah mereka yang zalim. Nggak semua dari bangsa mereka adalah jahat.

Yang saya suka lagi, world building-nya sangat bagus. Didukung oleh gambar peta sederhana di awal novel, kita jadi tak kesulitan membayangkan medan perang dan wilayah Valestia, Togaro, maupun Sedera.

Memang, peperangan dan konfliknya nggak rumit. Malah bisa dibilang sederhana, sebenarnya. Tapi, cara Kak Fransisca bercerita enak banget diikuti. Kadang metaforanya nggak biasa, tapi itu cakep. Kedekatan Alyssa dan Vigo juga terasa normal. Bagaimana Alyssa berkali-kali curiga pada Vigo, itupun terasa pas berhubung mereka berasal dari pihak musuh bangsanya, meskipun mereka sudah menaruh hati satu sama lain.

Akhir kata, terima kasih buat Kak Fransisca Todi yang sudah menuliskan novel perang yang menyenangkan ini.

Rating: 4⭐